KAPAN KITA BUTUH KNOWLEDGE MANAGEMENT ?
Mungkin salah satu pertanyaan yang paling menarik untuk dibahas
seputar Knowledge Management ialah judul artikel ini. Kapan kita butuh
Knowledge Management ? Pertanyaan ini menjadi penting bagi perusahaan atau
organisasi yang baru mengenal Knowledge Management dan sedang berfikir untuk
menerapkan Knowledge Management. Jawaban saya singkat saja. Anda membutuhkan
Knowledge Management ketika organisasi atau perusahaan anda ingin berkembang,
tidak melakukan hal yang itu-itu saja, membutuhkan profit tambahan atau sekedar
bertahan dari serangan bisnis pesaing yang terus menggerogoti pangsa pasar. Ok,
saya tahu ini tidak masuk akal. Semua organisasi dan perusahaan pasti
menginginkan hal tersebut. Siapa yang tidak mau eksis di bidangnya ? siapa yang
mau neraca laba rugi menjadi minus ? siapa yang ingin mengubur bisnis yang
sudah dipertahankan bertahun-tahun lamanya. Tidak ada rasanya. Jadi
pertanyaannya bukan kapan kita butuh Knowledge Management tapi kenapa kita
belum melakukannya ? :)
Akan tetapi banyak perusahaan menginginkan jawaban yang lebih
“membumi”. Berikut beberapa alasan mendasar mengapa kita memang butuh Knowledge
Management.
1. Ketika banyak terjadi reinventing the wheel.
Istilah reinventing the wheel sudah menjadi
kalimat yang sering didengar, khususnya di dunia konsultan. Bahkan untuk
konsultan sekelas McKinsey Consulting dan Boston
Consulting Group, reinventing the wheeladalah masalah serius. Reinventing
the wheel secara singkat mengacu pada keadaaan dimana kita melakukan
sesuatu yang sudah pernah kita lakukan. Kita dalam perspektif ini bisa pribadi,
kelompok atau perusahaan. Saya sudah menceritakan sedikit pengalaman tentang reinventing
the wheel di sini.
Ketika kita melakukan pekerjaan atau project maka yang
seringkali dilakukan adalah mencari keluar organisasi atau
perusahaan terkait pengalaman atau sumber acuan. Alasannya simple saja.
Dengan era keterbukaan seperti sekarang, maka Google adalah
tools yang paling powerfull untuk mendapatkan informasi. Sayangnya, kita tidak
sadar bahwa pengetahuan yang kita butuhkan mungkin saja ada di dalam organisasi
atau perusahaan kita sendiri. Dalam bukunya, The McKinsey Mind (buku
tersedia di KM Online Library),
Ethan M Rasiel dan Paul N. Friga menyebutkan langkah pertama yang harus
dilakukan oleh konsultan McKinsey adalah mencari tahu apakah project yang
sedang dikerjakan sudah pernah dikerjakan oleh konsultan McKinseylainnya
karena kita tidak pernah tahu kemungkinan entah kapan atau dibagian mana dari
organisasi kita yang pernah atau bahkan saat ini sedang mengerjakan hal serupa. Reinventing
the wheel juga berlaku bagi kesalahan dan kegagalan. Pepatah
mengatakan bahkan keledai pun tidak akan jatuh dua kali pada lubang yang
sama.
Untuk kasus ini, peranan Knowledge Management adalah membantu
perusahaan dan organisasi untuk mengetahui apa yang sebenarnya mereka ketahui.
Dengan tidak mengulang pekerjaan serta menghindari kesalahan dari pengalaman
maka organisasi akan belajar dan beradaptasi jauh lebih cepat dari
pesaingnya. Don't reinvent the wheel, just realign it. Reinventing the wheel adalah
fenomena pasti dalam suatu bisnis. Kita tidak bisa menghindarinya tetapi kita
bisa mengurangi kemungkinan terulang secara terus menerus.
Bagaimana Knowledge Management bisa membantu kita mengatasi reinventing
the wheel ? Pendekatan yang dapat dilakukan adalah dengan
menghubungkan pengetahuan dan manusia yang memiliki pengetahuan tersebut dengan
seluruh lini organisasi yang membutuhkan. Secara aplikatif bisa dimulai dengan
membangun budaya untuk memberikan tanggapan secara cepat jika ada anggota yang
membutuhkan, mengidentifikasi orang-orang yang memiliki pengetahuan melalui Experience
Locator, membangun komunitas yang secara aktif saling membantu melalui Community
of Practice atau meningkatkan akses pada individu yang berpengalaman
dan dokumen yang sudah ada dengan membangun repository dan
forum maya.
McKinsey adalah salah satu perusahaan yang dikenal berhasil dalam
menangani reinventing the wheel. Mereka memiliki sistem yang
memastikan seluruh project yang pernah dikerjakan tersimpan
dengan rapi. Dokumen ini adalah dokumen yang telah “dibersihkan” (cleansed
document) dari nama perusahaan, sumber-sumber confidential.
Menyisakan pola pikir, data, struktur penelitian, metodologi dan semua yang
dibutuhkan seorang konsultan untuk menyelesaikan pekerjaan tanpa mengulang
semua dari awal lagi.
2. Ketika banyak terjadi knowledge walkout
Pernah mendengar cerita bisnis yang menurun atau hilang sama
sekali ketika PIC nya keluar dari perusahaan ? atau pekerjaan yang terhambat
karena tidak adanya “orang penting” yang bisa mengerjakan project tertentu
? atau seorang CEO yang “dipaksa” untuk bekerja setelah masa pensiunnya tiba.
Kejadian-kejadian ini sangat sering kita temui di lingkungan kita, khususnya di
dunia bisnis. Sebagai sebuah entitas, perusahaan dan organisasi tidak akan
berjalan tanpa ada manusia sebagai penggeraknya. Tumpukan barang di gudang akan
berdebu ketika sales dan marketing tidak
bekerja; alat tidak bisa dijalankan ketika operatornya sakit; laporan keuangan
tidak selesai ketika senior analyst terlalu sibuk; atau
portofolio yang hilang ketika account officerdibajak oleh pesaing.
Kasus-kasus ini adalah contoh nyata bahwa perusahaan hanyalah bangunan kantor,
meja, sistem, alat dan benda mati lainnya yang tidak akan berguna tanpa peranan
manusia yang memberikan nilai tambah. Untuk itu, manusia-manusia spesial ini
perlu diwaspadai keberadaannya. Bukan untuk dikekang tetapi digunakan secara
maksimal. Pengetahuan adalah milik manusia dan pasti akan terus dibawa oleh
manusia. Ini adalah nature dari bisnis. Yang bisa kita lakukan
adalah mengalirkannya ke seluruh organisasi. Dan inilah fungsi Knowledge
Management.
Melalui serangkaian tools nya, Knowledge
Management bertugas menjaga, menyimpan dan mengalirkan pengetahuan ke seluruh
organisasi. Yang perlu diperhatikan bahwa pengetahuan paling banyak disimpan
dalam kepala manusia. Sekeras apapun usaha kita berusaha “mengeluarkan” dan
mendokumentasikan pengetahuan dari kepala kita, hasilnya tidak akan mencatat
100% pengetahuan yang dimiliki. Oleh karena itu, pendekatan yang diutamakan
dalam menghindari knowledge walkout dan knowledge lost ialah
dengan membangun lingkungan yang nyaman bagi orang penting ini. Pendekatan yang
paling efektif selain mempertahankan mereka adalah dengan membuat copy sebanyak
mungkin orang-orang penting ini. Jika kita tidak bisa menyimpan originalnya,
maka lebih baik fokus untuk membuat tiruannya. Caranya dapat dengan melakukan team
up antara anggota senior dengan junior; mendokumentasikan best
practice dan lesson learnt; membangun kebiasaan sharing minimal
1 minggu sekali; konsisten menjalankan After Action Review;
menunjuk Knowledge Librarian untuk mendokumentasikan hasil project dan
lainnya. Inisiatif yang dipilih dapat disesuikan dengan budaya dan strategi
perusahaan. Tidak perlu mengubah, kita hanya perlu memastikan pengetahuan yang
sudah dibangun dan didapatkan perusahaan dengan susah payah keluar atau hilang
karena kemalasan menjaga pengetahuan itu sendiri.
Perusahaan-perusahaan Jepang adalah salah satu dari sekian
banyak organisasi yang berhasil mencegah terjadinya knowledge walkout.
Dengan penghargaan tinggi pada kesetian dan loyalitas, lingkungan yang
mendukung pembelajaran terus menerus, penciptaan “ba” atau ruang untuk
mengalirkan pengetahuan telah membuat tingkat knowledge lost ditekan
hingga minimum. Matsushita, Toyota, dan Sony adalah sebagian dari perusahaan
tersebut.
3. Ketika inovasi menjadi prioritas
Setiap perusahaan dan organisasi pasti mengalami masa-masa
ketika produk yang dijual tidak laku dipasar; pesaing yang melakukan cara-cara
radikal untuk mengikis portofolio profit; business as usual tidak
berlaku lagi; persaingan yang terjadi hanya dalam bentuk harga paling murah dan
keadaan ekstrim lainnya. Keadaan ini lebih dikenal sebagai red ocean,
samudra merah karena “darah” dari penghuninya yang setengah mati bertahan hidup.
Red ocean adalah mimpi buruk semua pebisnis. Saat itu, segala yang
dilakukan tidak lagi akan dilihat sebagai suatu kelebihan, hanya harga yang
menjadi perhitungan. Pertumbuhan terhenti karena “kue” yang diperebutkan hanya
secuil itu saja. Pengusaha dalam posisi tawar yang rendah sementara konsumen
menikmati produk yang semakin murah harganya. Solusi yang diperkenalkan secara
luas oleh W. Chan Kim dan Renee Mauborqne adalah dengan segera keluar dari red
ocean, menciptakan pasar baru dan secara nyaman berenang disana. Strategi
ini dikenal sebagai blue ocean strategy.
Dan inovasi adalah salah satu nyawa paling penting untuk memastikan keberhasilan blue
ocean strategy.
Saya tidak akan membahas blue ocean strategy disini.
Hal yang menarik justru bagi saya ialah bagaimana Knowledge Management membantu
perusahaan untuk menciptakan inovasi. Jika melihat lebih detail, kita akan
sadar bahwa inovasi adalah inti dari Knowledge Management. Inisiatif Knowledge
Management akan dinyatakan berhasil jika memiliki nilai tambah. Artinya,
seluruh tools, inisiatif dan kegiatan yang dilakukan atas nama Knowledge
Management haruslah memiliki nilai tambah sebagai hasil akhirnya. Sangat sesuai
dengan inovasi kan ? :)
Bagaimana Knowledge Management dapat menghasilkan inovasi ?
Untuk menjawab hal itu kita perlu melihat lebih jauh bagaimana proses inovasi
terbentuk. Secara singkat, inovasi dapat terbentuk dari berbagai cara. Inti
dari inovasi sendiri adalah penciptaaan nilai tambah secara konsisten, fokus
dan terstruktur. Untuk menjelaskan bagaimana inovasi terbentuk, penjelasan yang
paling mudah adalah dengan mengacu pada SECI yang dikenalkan oleh Nonaka dan
Takeuchi dalam bukunya, The knowledge creating company: how
Japanese companies create the dynamics of innovation. Saya membahas tentang SECI di artikel lainnya.
Proses terjadinya inovasi sendiri cukup sederhana. Ide-ide
dikumpulkan dari seluruh organisasi kemudian ide yang dianggap dapat memberikan
nilai tambah diusulkan menjadi inovasi baru dan dilanjutkan ke tingkat
manajemen yang lebih tinggi seperti RnD. Inovasi ini kemudian diuji lagi,
dikembangkan lebih lanjut, penerapan skala kecil hingga siap digunakan dalam
proses bisnis. Rangkaian proses ini terlihat mudah dan sederhana, tetapi
penerapannya sangat sulit. Terkadang proses inovasi terhenti hanya pada tahap
uji coba atau bahkan hanya berupa saran tanpa tindak lanjut.
Disinilah peranan Knowledge Management menjadi terlihat. Dengan
pendekatan komunitas yang berfokus pada manusia, ide-ide dapat terjaring dari
seluruh anggota organisasi. Bentuk komunitas yang sering digunakan sebagai
acuan adalah Community of Practice (CoP). Melalui lingkungan
komunitas yang terbuka dan mengedepankan perbaikan, ide-ide awal dikumpulkan,
disaring, didiskusikan, diuji. Pendekatan yang mudah dan aplikatif, menjadikan
CoP dapat digunakan oleh seluruh organisasi, bahkan di tingkat pelaksana. Salah
satunya ialah klien kami, perusahaan yang bergerak di bidang food and
beverages.
Sekitar 3 tahun yang lalu kami membantu mereka dalam menerapkan
CoP di organisasinya. Salah satunya ialah bagi sopir truk yang bertugas
mengantar produk ke pelanggan. Awalnya, sopir-sopir dikumpulkan di ruangan
terbuka dimana kami dan mereka duduk lesehan di karpet sederhana, dengan seteko
kopi dan beberapa piring pisang goreng. Sangat sederhana. Kami menjelaskan
secara singkat apa maksud dan tujuan acara kumpul-kumpul ini. Mereka hanya
diminta berkenalan dan mengobrol apa saja pada awalnya. Suasana dibangun dengan
sederhana dan tanpa paksaan. Tidak ada perintah untuk memberikan ide atau
perbaikan. Hanya ngobrol selayaknya warung kopi biasa. Setelah 1 jam, pertemuan
selesai. Hasilnya tidak begitu menggembirakan. Semua orang merasa tertekan dan
tidak ada yang santai. Kami tidak menyerah. Pertemuan dilakukan lagi
minggu depan. Masih di tempat yang sama, karpet yang sama dan makanan
yang sama. Setelah 3 kali pertemuan, hasilnya masih kurang memuaskan. Tidak ada
yang didapatkan dari pertemuan ini. Perkembangannya hanya sopir-sopir yang
sudah saling mengenal dan mulai nyaman ngobrol. Pendekatan diubah. Manajemen
dan kami sebagai konsultan, tidak lagi ikut di CoP itu. Sebagai gantinya, kami
mengundang beberapa orang yang dinilai sebagai senior dan memiliki hubungan
baik dengan sebagian sopir. Kepada para core member ini kami
menjelaskan makna dan tujuan CoP. Selanjutnya terserah pada mereka untuk
menjelaskan ke komunitas.
Hasilnya, setahun kemudian CoP sopir itu sudah jauh berbeda.
Ketika kami datang, mereka tidak lagi malu-malu atau takut. Bahkan kami
dianggap tidak ada. Mereka asyik diskusi tentang trik-trik memuat barang di
salah satu toko, jalur-jalur yang perlu diwaspadai, memperbaiki mesin dan topik
aplikatif lainnya. Kini, manajemen melaporkan bahwa tingkat efisiensi dan
kecepatan pengantaran barang meningkat secara drastis. Tidak hanya itu, turn
over sopir juga menurun jauh. Dengan hanya seteko kopi, beberapa
piring pisang goreng, 1 jam waktu senggang serta paling penting sopir-sopir
yang ingin terus memperbaiki diri, klien kami mendapatkan apa yang tidak bisa
dilakukan dengan pendekatan manajemen biasa.
Itulah inovasi. Sebuah perjalanan dan tahapan yang terlihat
mudah tetapi sangat sulit diterapkan. Apa kunci dari ini semua ? Jawabannya
adalah keterlibatan seluruh organisasi, khususnya komunitas. Tapi komunitas
tidak akan terwujud tanpa dukungan manajemen yang menyeluruh dan konsisten. Hal
yang sama juga dapat menjawab pertanyaan kapan anda membutuhkan Knowledge
Management. Semua harus dimulai dari manajeman, khususnya pimpinan organisasi.
0 komentar